PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI BAGI PERIKANAN DAN KELAUTAN

 

Monitoring Control and Surve illance (MCS) merupakan sistem yang telah dipergunakan di banyak Negara. Di dunia internasional MCS ini dikelola secara bersama-sama sejak tahun 2001. Organisasa MCS internasional mengkoordinasikan dan menjalani kerjasama diantara anggotanya untuk seing mencegah, menghalangi dan menghapas IUU  illegal fishing. Indonesia sendiri , telah merintis sistem MCS. Namun masih bersifat parsial dalam bagian-bagian yang berdiri sendiri-sendiri serta bersifat sektoral. Berdasarkan scenario kebijakan optimistik, pengembangan sistem MCS secara terintregasi, dengan dukungan pemerintah pada pengembangan MCS kelautan dan perikanan menjadi wajib. MCS merupakan salah satu persyaratan pokok dalam pengelolaan sumberdaya laut.

Ada tiga komponen dari MCS yang melibatkan teknologi informasi secara khusus yaitu Vessel Monitoring System (VMS) atau yang lebih dikenal dengan sistem pemantauan kapal perikanan berbasis satelit. VMS ini dilaksanakan untuk memantau pergerakan kapal-kapal perikanan. Dalam kaitan ini DKP telah melakukan pengkajian terhadap beberapa proposal pengembangan VMS di Indonesia, antara lian dari USA, Australia, dan Perancis. Pada tanggal 2 Januari 2002 DKP telah menerima surat dari Pemerintah Prancis mengenai persetujuan soft loan untuk VMS sebesar 9,83 million Euros. VMS berfungsi untuk lalulintas kapal yang beredar diseliruh wilayah Indonesia. Cara kerja sistem ini akan melihat sitiap kapal yang sudah memiliki izin penangkapan ikan dengan ukuran tertentu. Setiap kapal ini akan diberi transponder untuk di pasang di kapalnya. Sehingga, pergerakan kapal akan terpantau lewat satelit yang menangkap sinyal dari transponder. Hasil pencitraan satelit akan diteruskan di unit pengawasan satelit di Perancis. Lalu, dikirimkan ke Network Opration Center (NOC)di kawasan Kuningan ,Jakarta.

Melalui sistem ini juga akan terlihat apabila ada kapal asing atau kapal yang tidak memiliki izin. Selain itu juga VMS dapat menyajikan data-data kegiatan kapal, sehingga pemerintah bisa memberi pengawasan khusus kepada armada yng dinilai melakukan kegiatan mencurigakan. Namun, disisi lain VMS hanya bisa di akses oleh kalangan tertentu saja. Hanya direktorat yang berwenang yang bisa mengakses. Ironisnya, hingga saat ini masih banyak perusahaan perikanan belum memasang transmitter pada kapal perikanan. Padahal pemerintah telah melahirkan ketentuan dalam pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab, dimana setiap kapal perikanan penangkapan maupun pengankut di wajibkan untuk memasang transmitter Vessel Monitoring system. Kebijakan ini secara jelas telah terdapat dalam Undang-Undang No.31 tahun 2004 tentang perikanan, Peraturan Menteri No.PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangka dan Peraturan Menteri No.PER.05/MEN/2007 tentang Penyelenggaran Sistem Pemuatan kapal Perikanan, yang mengamanatkan kewajiban kapal-kapal perikanan untuk memasang transmitter Vessel Monitoring system.

permasalahan itu setidaknya disebabkan oleh kesadaran yang kurang terhadap pengelola perikanan secara bertanggung jawab oleh pihak perusahaan, atau juga penyedia alat VMS (biaya) yang cenderung memberatkan perusahaan karena bagi kapal-kapal yang berukuran di atas 60 GT diwajibkan untuk memasang transmitter Vessel Monitoring system. Sehingga pemilik kapal / Perysahaan kapal berkewajiban untuk membeli, memasang transmitter serta membayar airtimenya sendiri. Terlepas dari permasalahan tersebut, pengguna teknologi informasi telah menyentuh dunia perikanan dan kelautan Indonesia. Metode semacam ini telah sejak lama diterapkan oleh Amerika Serikat dan beberapa Negara yang kaya akan potensi laut seperti halnya Jepang.

Selain penggunaan teknologi informasi dalam bentuk MVS, pada MCS juga ada Computerezed Data Base (CDB). CDB merupakan alat komunikasi yang dilengkapi dengan computer sehingga dapat mengirim data-data hasil penangkapan ikan di pelabuhan-pelabuhan perikanan tipe pelabuhan perikanan samudra, pelabuhan perikanan nusantara, dan pelabuhan perikanan pantaisecara selektif. Sistem ini setidaknya telah berada dilebih lima belas pelabuhan di Indonesia. Perikanan dan kelautan Indonesia, setahap demi setahap telah memaksimalkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui teknologi informasi dan komunikasi. Walaupun penggunaan teknologi tersebut berawal dari kurang maksimalnya pengawasan di wilayah laut Indonesia sehingga menuntut untuk penggunaan Teknologi Informasi.

Masih banyak lagi sumbangan TI yang bisa di gunakan untuk dunia perikanan dan kelautan di Indonesia, seperti pemaksimalan penggunaan radar pantai buat anak negeri ataupun pemaksimalan menumbuhkan semangat untuk tetap menjaga milik negeri di tiap anak-anak bangsa. Inilah bukti nyata sumbangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk perikanan dan kelautan negeri ini.

Sumber : http://mutoifah23.blogspot.co.id/2014/12/peranan-teknologi-informasi-bagi.html

Information Technology Infrastructure Library

Information Technology Infrastructure Library adalah suatu rangkaian dengan konsep dan teknik pengelolaan infrastruktur, pengembangan, serta operasi teknologi informasi (TI). Diterbitkan dalam suatu rangkaian buku yang masing-masing membahas suatu topik pengelolaan (TI). Nama  IT Infrastructure Library merupakan merek dagang terdaftar dari Office of Government Commerce (OGC) Britania Raya. Information Technology Infrastructure Library memberikan deskripsi detil tentang beberapa praktik (TI) penting dengan daftar cek, tugas, serta prosedur yang menyeluruh yang dapat disesuaikan dengan segala jenis organisasi (TI).

Walaupun dikembangkan sejak dasawarsa 1980-an, penggunaan Information Technology Infrastructure Library baru meluas pada pertengahan 1990-an dengan spesifikasi versi keduanya (Information Technology Infrastructure Library v2) yang paling dikenal dengan dua set bukunya yang berhubungan dengan ITSM (IT Service Management), yaitu Service Delivery (Antar Layanan) dan Service Support (Dukungan Layanan).

Pada awalnya Information Technology Infrastructure Library adalah serangkaian lebih dari 40 buku pedoman tentang pengelolaan layanan IT yang terdiri dari 26 modul. Perpustakaan besar pertama ini juga dikenal sebagai Information Technology Infrastructure Library 1.0. Antara 2000 dan 2004 disebabkan oleh peningkatan pelayanan yang berkesinambungan dan adaptasi terhadap situasi saat ini dalam lingkungan (TI) modern Information Technology Infrastructure Library 1.0 di rilis besar dan digabungkan menjadi delapan inti manual: Information Technology Infrastructure Library 2.0. Pada awal musim panas 2007 Information Technology Infrastructure Library 3.0 diterbitkan. Ini didirikan struktur yang sama sekali baru. Ini terdiri dari tiga bidang utama:

* Information Technology Infrastructure Library Core Publikasi

* Information Technology Infrastructure Library Pelengkap Bimbingan

* Information Technology Infrastructure Library Web Support Services

Pada 30 Juni 2007, OGC (Office of Government Commerce) menerbitkan versi ketiga Information Technology Infrastructure Library  (Information Technology Infrastructure Library v3) yang intinya terdiri dari lima bagian dan lebih menekankan pada pengelolaan siklus hidup layanan yang disediakan oleh teknologi informasi. Kelima bagian tersebut adalah:

  1. Service Strategy

Inti dari Information Technology Infrastructure Library Service Lifecycle adalah Service Strategy.

Service Strategy memberikan panduan kepada pengimplementasi ITSM pada bagaimana memandang konsep ITSM bukan hanya sebagai sebuah kemampuan organisasi (dalam memberikan, mengelola serta mengoperasikan layanan TI), tapi juga sebagai sebuah aset strategis perusahaan. Panduan ini disajikan dalam bentuk prinsip-prinsip dasar dari konsep ITSM, acuan-acuan serta proses-proses inti yang beroperasi di keseluruhan tahapan ITIL Service Lifecycle.

Topik-topik yang dibahas dalam tahapan lifecycle ini mencakup pembentukan pasar untuk menjual layanan, tipe-tipe dan karakteristik penyedia layanan internal maupun eksternal, aset-aset layanan, konsep portofolio layanan serta strategi implementasi keseluruhan Information Technology Infrastructure Library Service Lifecycle. Proses-proses yang dicakup dalam Service Strategy, di samping topik-topik di atas adalah:

  • Service Portofolio Management
  • Financial Management
  • Demand Management

Bagi organisasi TI yang baru akan mengimplementasikan Information Technology Infrastructure Library, Service Strategy digunakan sebagai panduan untuk menentukan tujuan/sasaran serta ekspektasi nilai kinerja dalam mengelola layanan TI serta untuk mengidentifikasi, memilih serta memprioritaskan berbagai rencana perbaikan operasional maupun organisasional di dalam organisasi TI.

Bagi organisasi TI yang saat ini telah mengimplementasikan Information Technology Infrastructure Library, Service Strategy digunakan sebagai panduan untuk melakukan review strategis bagi semua proses dan perangkat (roles, responsibilities, teknologi pendukung, dll) ITSM di organisasinya, serta untuk meningkatkan kapabilitas dari semua proses serta perangkat ITSM tersebut.

  1. Service Design

Agar layanan TI dapat memberikan manfaat kepada pihak bisnis, layanan-layanan TI tersebut harus terlebih dahulu di desain dengan acuan tujuan bisnis dari pelanggan. Service Design memberikan panduan kepada organisasi TI untuk dapat secara sistematis dan best practice mendesain dan membangun layanan TI maupun implementasi ITSM itu sendiri. Service Design berisi prinsip-prinsip dan metode-metode desain untuk mengkonversi tujuan-tujuan strategis organisasi TI dan bisnis menjadi portofolio/koleksi layanan TI serta aset-aset layanan, seperti server, storage dan sebagainya.

Ruang lingkup Service Design tidak melulu hanya untuk mendesain layanan TI baru, namun juga proses-proses perubahan maupun peningkatan kualitas layanan, kontinyuitas layanan maupun kinerja dari layanan.

Proses-proses yang dicakup dalam Service Design yaitu:

  1. Service Catalog Management
  2. Service Level Management
  3. Supplier Management
  4. Capacity Management
  5. Availability Management
  6. IT Service Continuity Management
  7. Information Security Management
  1. Service Transition

Service Transition menyediakan panduan kepada organisasi TI untuk dapat mengembangkan serta kemampuan untuk mengubah hasil desain layanan TI baik yang baru maupun layanan TI yang dirubah spesifikasinya ke dalam lingkungan operasional. Tahapan lifecycle ini memberikan gambaran bagaimana sebuah kebutuhan yang didefinisikan dalam Service Strategy kemudian dibentuk dalam Service Design untuk selanjutnya secara efektif direalisasikan dalam Service Operation.

Proses-proses yang dicakup dalam Service Transition yaitu:

  1. Transition Planning and Support
  2. Change Management
  3. Service Asset & Configuration Management
  4. Release & Deployment Management
  5. Service Validation
  6. Evaluation
  7. Knowledge Management
  1. Service Operation

Service Operation merupakan tahapan lifecycle yang mencakup semua kegiatan operasional harian pengelolaan layanan-layanan TI. Di dalamnya terdapat berbagai panduan pada bagaimana mengelola layanan TI secara efisien dan efektif serta menjamin tingkat kinerja yang telah diperjanjikan dengan pelanggan sebelumnya. Panduan-panduan ini mencakup bagaiman menjaga kestabilan operasional layanan TI serta pengelolaan perubahan desain, skala, ruang lingkup serta target kinerja layanan TI.

Proses-proses yang dicakup dalam Service Transition yaitu:

  1. Event Management
  2. Incident Management
  3. Problem Management
  4. Request Fulfillment
  5. Access Management
  1. Continual Service Improvement

Continual Service Improvement (CSI) memberikan panduan penting dalam menyusun serta memelihara kualitas layanan dari proses desain, transisi dan pengoperasiannya. CSI mengkombinasikan berbagai prinsip dan metode dari manajemen kualitas, salah satunya adalah Plan-Do-Check-Act (PDCA) atau yang dikenal sebagi Deming Quality Cycle

Sumber :

https://mumtazgalery.wordpress.com/2013/12/11/apa-sih-it-infrastruktur-library-itil-itu/